Hati
ibaratkan sebuah kendaraan, mampu menhantarkan ke tempat tujuan,dengan sarat
kondisi bodi dan mesinnya bagus. Semakin baik kondisi mesinnya, aka akan
semakin cepat dan terjamin keamanannya menuju tujuan.
Hati yang baik
adalah yang terbebas dari hal-hal yang dapat mempengaruhi optimalitas
kemanfaatannya, dan tentu pula terbebas dari kotoran-kotoran yang dapat
mengakibatkan terganggunya stabilitas kalbu.
Benar
pula ungkapan Imam al-Ghazali tentang hati, dimana menurut beliau; hati itu
laksana cermin, sedangkan dosa dan khilaf yang diperbuat manusia itu ibarat
denu dan kotoran, maka apabila kaca cermin secara perlahan tertutup oleh
debu, lambat laun akan buram dan berkurang manfaatnya, atau dengan bahasa
yang lebih mudah : kalau manusia sering berbuat dosa, maka hatinya akan
tertutup. Dan kalau cermin telah tertutup debu serta tidak diusahakan
untuk dibersihkan, maka akibat langsungnya adalah tidak bisa menerima cahaya
dan tidak bisa memantulkan ke tempat lain, dan dapat juga berakibat tidak
dapatnya si cermin dipakai bercermin, karena gelap dan buram
Seseorang yang
hatinya tertutup dengan kotoran dosa, maka cahaya Illahi akan sulit diterima
dan sulit pula dipancarkan ke obyek lain; ia akan hidup dan berjalan dalam
kegelapan yang cenderung ngawur dan asal-asalan karena memang hidayah
Alloh tak dapat menyentuhnya. Kalau sudah demikian maka yang terjadi
kemudian adalah dirinya terkungkung dalam pola dan gaya hidup yang gelap, bertindak atas dasar
kegelapan dan perilaku kesehariannyapun cenderung atas dasar naluri
kegelapan. Adanya sebagai sumber perilaku gelap, membuat orang lain
enggan dan takut untuk bercermin padanya, karena bias kelakuannya yang serba
gelap. Bagaikan cermin yang tertutup sama sekali, akan membuat orang enggan
memanfaatkan dan bahkan takut ntuk bercermin, sebab jangan-jangan wajah yang
seharusnya baik, dengan cermin berdebu itu justru menjadi menakutkan.
Kondisi hati yang
demikian senantiasa ditakuti dan tidak disukai setiap manusia, sehingga
timbul keinginan untuk membersihkan “cermin kalbu itu dari debu dosa
dan kesalahan”. Caranya tidak hanya dengan sekadar membersihkannya
semingu sekali. Sebab saking kotornya cermin itu maka perlu berjam-jam dalam
sehari dan berhari-hari dalam seminggu, pokoknya sesering mungkin untuk
dibersihkan dengan kain lap yang suci pula. Dan kaitannya dengan hati maka
cukup dengan memohon ampun kepada Alloh dengan taubatan nasuha Atau minimal menggemari bacaan Istighfar.
Sebab rasulullah SAW. Saja yang ma’shum dan terjaga dari dosa sehingga beliau
diberi gelar al-Musthofa saja masih melantunkan bacaan Istighfar sehari
sebanyak 70 hingga 100 kali, apalagi kita.
Dengan taubat yang
tulus, maka kotoran yang paling bandel sekalipun akan luntur, dan ntuk menjaga
kebersihannya, maka secara periodik dibersihkan dengan istighfar. Sehingga
cermin hati akan terjaga dari kotoran dosa dan khilaf, dan pada gilirannya
nanti dapat bermanfaat sebagai cermin hati. Menerima cahaya dan
Nur-Alloh/Hidayah dan memantulkannya dalam setiap perilaku dan pola serta gaya hidup. Dan
kemudian dapat dipakai oleh orang lain ntuk bercermin dari setiap amal
perbuatannya.
Dari paparan di
atas sudah semakin jelas, bahwa hati yang disinari oleh cahaya Alloh (hidayah
Alloh) akan tampak bening dan terang yang tentu menjadi modal utama dalam
menggapai kebahagiaan manusia. Sebab dengan terangnya perilaku seseorang akan
semakin diminati oleh orang lain, dan itulah hakekat bahagia.
Namun kondisi yang
demikian tentu tidak serta merta bagaikan rumput yang tanpa perawatanpun akan
tetap dapat tumbuh dengan baik, tapi sangat kontradiksi, sehingga diperlukan
kesabaran dalam menjaga Kebersihan
dan kesucian hati dengan rajin membaca istighfar, agar terbebas dari debu
dosa dan kotoran khilaf, meski manusia memang memiliki kecenderungan untuk
berbuat dosa dan salah, namun sebaik-baik orang yang dosa dan salah adalah
yang mau taubat dan memohon ampun kepada Alloh, sebagaimana diterangkan dalam
sebuah hadits
قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : كل بني آدم خطّاء وخير الخطّائين التوّابين - وراه مسلم
Artinya : Rasul SAW
bersabda, bahwa setiap Anak Adam (manusia) mempunyai kecenderungan berbuat
salah, namun sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat
(bersambung)
|
07.17.00
Ringkasan lalu : Hati ibaratkan sebuah kendaraan, mampu menhantarkan ke tempat tujuan,dengan sarat kondisi bodi dan m...